Senin, 03 Agustus 2009

RANCANGAN PERCOBAAN

PENDAHULUAN
Apa itu perancangan percobaan?
  • Merupakan suatu uji atau sederetan uji dimana suatu proses atau sistem mengakibatkan terjadinya perubahan yang cukup berarti dari variabel input, yang dapat diamati melalui respon yang muncul.
  • Perencanaan (planning) suatu percobaan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan dari penelitian

Tujuan dari Perancangan Percobaan

  1. Memilih peubah terkendali (X) yang paling berpengaruh terhadap respon (Y)
  2. Memilih gugus peubah X yang paling mendekati nilai harapan Y
  3. Memilih gugus peubah X yang menyebabkan keragaman respon (s2) paling kecil
  4. Memilih gugus peubah X yang mengakibatkan pengaruh peubah tak terkendali paling kecil.

Prinsip Dasar Perancangan Percobaan

Ada tiga prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu percobaan, yaitu:

  • Pengacakan (Randomization) ; setiap unit percobaan memiliki peluang yang sama untuk diberikan suatu perlakuan.
    – Menghindari galat sistematik
    – Meningkatkan validitas kesimpulan (pemenuhan asumsi kebebasan)
    – Caranya: lotere, tabel bilangan acak, komputer
  • Ulangan (Replication) ; Penerapan perlakuan terhadap beberapa unit percobaan.
    – Untuk menduga galat percobaan
    – Untuk menduga standard error rataan perlakuan
    – Untuk meningkatkan presisi kesimpulan
  • Pengendalian Lingkungan (Local control) ; pengendalian kondisi-kondisi lingkungan yang berpotensi mempengaruhi respon dari perlakuan. Strategi yang digunakan yaitu dengan metode pengelompokan.
    – Untuk meningkatkan presisi kesimpulan

Langkah-langkah dalam menyusun rancangan percobaan

  • Rumuskan masalah penelitian
  • Pilih faktor-faktor dan taraf-taraf
  • Tentukan variabel respon
  • Pilih rancangan percobaan
  • Laksanakan percobaan
  • Analisis data
  • Kesimpulan dan rekomendasi

Beberapa istilah:


Perlakuan:

  • Suatu metode/prosedur yang diterapkan terhadap unit percobaan
  • Merupakan taraf-taraf dari suatu faktor atau kombinasi taraf dari beberapa faktor

Unit percobaan

  • Unit terkecil dalam percobaan yang diberikan perlakuan

Unit Pengamatan

  • Unit terkecil tempat dilakukan pengamatan respon percobaan

Faktor (kualitatif & kuantitatif)

  • Peubah bebas penyusun perlakuan, dimana nilai-nilainya dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif

Taraf

  • Nilai-nilai dari faktor-faktor yang dilibatkan dalam percobaan

Interaksi

  • Perubahan pengaruh dari suatu faktor pada berbagai taraf faktor yang lain

Model acak

  • Model yang dibangun oleh peubah bebas-peubah bebas yang bersifat acak

Model tetap

  • Model yang dibangun oleh peubah bebas-peubah bebas yang bersifat tetap

Model Campuran

  • Model yang dibangun oleh peubah bebas-peubah bebas yang bersifat acak dan tetap

Klasifikasi Rancangan Percobaan

  1. Rancangan Perlakuan
    Berkaitan dengan kondisi-kondisi apa yang akan diberikan terhadap unit-unit percobaan
    Contoh: Faktor tunggal, faktorial, split-plot, dll
  2. Rancangan Lingkungan
    Berkaitan dengan bagaimana perlakuan-perlakuan itu diterapkan pada unit-unit percobaan
    Contoh: RAL, RAKL, RBSL
  3. Rancangan Pengukuran
    Berkaitan dengan bagaimana respon unit percobaan diukur

Minggu, 02 Agustus 2009

QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL)


Dalam mempelajari gen, penggunaan metode genetika klasik Mendel, tidak dapat dipakai untuk mengetahui informasi tentang gen secara individual karena efek dari masing-masing gen tidak akan nampak. Kurangnya pengetahuan mengenai gen secara individual membuat banyak asumsi yang tidak realistis seperti frekuensi gen pada semua lokus kurang lebih sama begitupula dengan efek dari gen dan hubungan dominansinya. Saat ini suatu metode baru yang dapat digunakan untuk mempelajari gen secara individual telah ditemukan, metode baru ini dikenal sebagai Quantitative Trait Loci atau QTL.

Kegunaan dalam mengidentifikasi gen secara individual adalah
1) Meningkatkan efikasi breeding seleksi terutama untuk karakter yang memiliki heritabilitas
rendah atau karakter yang hanya dapat diidentifikasi pada 1 kelamin.
2) Teknologi transgenik mungkin dapat dihubungkan dengan karakter kuantitatif.
3) Di bidang kesehatan, dengan mengidentifikasi alel penyebab penyakit pre-disposisi
multifaktoral seperti jantung dan diabeter dapat memperbaiki metode pencegahan
terjadinya penyakit ini.
4) Teori genetika kuantitatif akan membuat penilaian yang lebih realistis ketika jumlah dan
properti gen diketahui dan dengan adanya teori ini dapat memperbaiki pemahaman
mengenai teori evolusi.

Gen Mayor

Gen mayor adalah gen yang mempunyai efek cukup besar terhadap suatu karakter. Alel yang memberikan efek yang cukup besar pada sebuah karakter disebabkan karena terjadi segregasi pada masing-masing individu. Segregasi terjadi karena mutasi morfologi mayor, sedangkan pada genetika klasik segregasi terjadi akibat mutasi spontan atau mutasi induksi. Adanya alel yang memiliki efek besar pada karakter kuantitatif sangat dibutuhkan dalam menentukan apakah ada alel lain yang memiliki efek besar juga tanpa adanya pengurangan efek segregasi dari fitnes pada populasi natural atau yang berkontribusi pada respon seleksi. Pengertian “besar” disini bukan berarti memiliki pengaruh sebesar tiga kali dari standar deviasi populasi seperti pada teori mutasi klasik Mendelian, dimana nilai 0.5-1.0 dari standar deviasi fenotip (σp) berarti “besar”.

Metode Deteksi
Ada beberapa metode untuk menyeleksi gen mayor :

1. Multimodal distribution
Cara untuk untuk melihat atau mendeteksi gen mayor ini adalah dengan menggunakan populasi hasil persilangan antara tetua yang sangat berbeda. Jika suatu gen mempunyai efek atau pengaruh yang relatif cukup besar, maka akan menghasilkan sebaran kurva yang terdapat 2 puncak atau terdapat lebih 2 puncak pada populasi bersegregasinya. Pada karakter yang terdapat pengaruh gen dominan, maka akan membentuk sebaran kurva yang terdapat 3 puncak (trimodal distribution) pada populasi bersegregasi (F2).

2. Back Cross yang diikuti seleksi
Metode ini merupakan metode yang membuat sebaran suatu kurva menjadi bimodal distribution (terdapat 2 puncak). Metode ini dapat dilakukan dengan cara menyilangkan dua tetua yang berbeda yang diperoleh dari hasil seleksi. Hasil dari persilangan tersebut (F1) di back cross dengan tetua yang resesif, sehingga diperoleh suatu sebaran kurva yang terdiri dari dua puncak, yaitu populasi dengan genotype heterozigot dan genotype homozigot resesif. Tiap generasi dilakukan seleksi dengan memilih genotype yang dominan. Misal dilakukan back cross dari hasil persilangan tetua pendek dan tetua tinggi, dimana sifat tinggi dominan terhadap sifat pendek. F1 di back cross dengan tetua pendek, keturunan yang dihasilkan hanya ada dua yaitu dalam keadaan tinggi (heterozigot) gan pendek (homozigot resesif). Serta dilakukan seleksi terhadap sifat tinggi tersebut.

3. Non normal distribution
Sebuah gen yang efeknya tidak cukup besar untuk menyebabkan sebuah multimodal distribution , akan tetapi dapat menyebabkan simpangan dari kurva normal (normality). Jika frekuensi gen-gen adalah intermediate maka distribusinya akan menjadi kurva platykurtic (lebih datar daripada kurva normal). Jika frekuensi gen-gen adalah besar /ekstrim maka distribusinya akan menjadi bengkok dan leptokurtic (puncaknya lebih tinggi dari kurva normal).

4. Heterogenity variance
Jika sebuah gen mayor bersegregasi akan menjadi heterogen dari ragam dalam famili-famili yang sama, karena gen mayor akan bersegregasi di banyak famili tapi tidak untuk famili yang lainnya. Metode ini dan metode yang sebelumnya, walaupun mempunyai kekuatan / pengaruh yang kecil dan membutuhkan ukuran contoh yang sangat besar untuk mendeteksi simpangan dari kenormalan atau keheterogenisitas dari ragam dan juga kekurangan dari masalah bahwa faktor-faktor lain dibandingkan segregasi gen mayor dapat menyebabkan simpangan dari kenormalan atau keheterogenisitas ragam dalam famili.

5. Kemiripan offspring-parent
Pewarisan polygenic dan tidak ada gen mayor, nilai tengah dari offspring akan mirip, lebih dekat ke nilai mid-parent dibandingkan tetua tunggalnya, sedangkan jika sebuah gen mayor bersegregasi , yang terjadi adalah kebalikannya. Satu dari test ini, “indeks gen mayor” telah diaplikasikan pada family tikus dalam sebuah populasi yang diketahui bersegregasi untuk gen hg dan test berhasil dalam mendeteksi gen mayor (Farmula, 1986).

6. Analisis Segregasi Kompleks
Pendekatan yang paling kuat untuk deteksi gen mayor mempengaruhi keragaman variasi adalah analisis segregasi kompleks (Morton dan MacClean, 1974 ; direview oleh Hill dan Knott, 1990), dikembangkan secara spesifik untuk pedigree manusia dari tetua dan fullsibs. Analisis segregasi kompleks, apakah pewarisan sebuah karakter, paling baik dijelaskan oleh segregasi gen mayor tunggal, oleh pewarisan polygenic yang tegas, atau oleh sebuah gen mayor ditambah multiple lokus (beberapa/banyak lokus) dengan efek yang lebih kecil.

Perkiraan kemungkinan yang maksimum dari parameter, dibuat untuk satu seri hipotesis yang semakin rumit : sebuah model lingkungan murni, model gen tunggal, model polygen, dan model lengkap. Signifikansi dari tiap hipotesis diuji dengan membandingkan kemungkinan datanya, memberikan perkiraan kemungkinan yang maksimum dari model parameter, dengan mengkalkulasi asumsi hipotesis nol yang tepat untuk uji parameter yang diset nol, menggunakan test rasio kemungkinan.

Pendugaan keberadaan gen mayor dengan metode-metode diatas mempengaruhi karakter kuantitatif, tetap tidak menggambarkan gen-gen ini sebenarnya, dan lokus berkontribusi pada fraksi polygenic dari sisa keragaman yang tidak terlihat. Untuk alasan ini maka untuk memecahkan QTL diarahkan kepada identifikasi semua lokus yang relevan. Penempatan lokus tersebut dalam peta keterpautan dan cloning molekuler dari sekuens DNA yang relevan.
Metode pemetaan QTL

Desain percobaan untuk mengestimasi efek dan peta posisi dari QTL diperluas dari metode standard untuk pemetaan single gen dan berdasarkan pada ketidakseimbangan keterpautan antara alel lokus dan alel yang terpaut dengan QTL. Pemetaan QTL diperlukan untuk peta keterpautan dari lokus marker polimorfik yang tepat untuk semua genom, dan keragaman sifat kuantitatif dalam atau antara populasi atau strain.

Marker Lokus
Umumnya marker lokus memiliki sifat :
(a) Polimorpik tinggi,
(b) Berlimpah, sehingga marker itu dapat terpaut dengan seluruh genom
(c) netral, baik pada sifat kuantitatif maupun fitness
(d) kodominan, sehingga semua genotype dapat diidentifikasi.

Syarat terpenting adalah marker dominan atau resesif dapat digunakan dalam beberapa desain.
Marka RAPD utamanya mendetek variasi sekuen DNA menggunakan sekuen 10 bp sebagai primer pada PCR. Marka DNA diamplifikasi pada saat 10 sekuen basa menempel pada sekuen genom yang ukurannya hampir sama. Marka RAPD adalah marka dominan sehingga produk PCR nya adalah ada atau tidak. Marka RAPD dan SSR dan polimorfik, mendeteksi menggunakan rataan peta pautan yang dapat dikonstruksi dengan cepat dan efisien dibandingkan marka RFLP.

Genotipe QTL
Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan dan pemetaan QTL didasarkan pada persilangan antar galur yang dibedakan pada sifat yang diinginkan, dan berdasarkan pada populasi bersegregasi. Semua alel saling berhubungan; dimana alel yang dapat meningkatkan nilai sifat haruslah dalam keadaan homozigot pada satu galur tetua, sedangkan untuk alel yang dapat menurunkan nilai perlakuan ditempatkan pada tetua yang lain. Pada umumnya, populasi tetua inbred disilangkan untuk menghasilkan F1, dimana baik di silang balik dengan salah satu atau kedua galur tetua, atau disilangkan antar F1 untuk menghasilkan generasi F2.

Pada spesies yang toleran terhadap inbreeding, generasi F2 dapat di inbreeding-kan untuk menghasilkan galur inbred rekombinan, dan juga sangat bermanfaat untuk proses pemetaan. Sedangkan untuk spesies yang intoleran terhadap inbreeding dan atau mempunyai kekerabatan yang jauh, prinsip dari analisis persilangan masih dapat diaplikasikan, galur-galur yang ada dapat digunakan untuk segregasi pada lokus marker, tetapi meskipun demikian akan berbeda untuk perlakuan kuantitaif yang diinginkan, dengan demikian ditetapkan untuk alternative alel-alel QTL.

Konsep sederhana dari identifikasi QTL dengan pautan lokus marker : individu dinilai berdasarkan genotype-nya pada lokus marker, sedangkan fenotipenya untuk sifat kuantitatif. Bila terdapat perbedaan pada fenotipe rata-rata antar kelas-kelas marker genotype, dapat disimpulkan bahwa keberadaan QTL terpaut dengan marker gen. Aplikasi marker dapat terjadi satu demi satu ataupun serempak. Jumlah QTL yang terdeteksi oleh pautan gen marker selalu lebih sedikit disebabkan oleh dua QTL terpaut dekat satu sama lain dan muncul sebagai satu kesatuan, atau juga malah tidak muncul akibat adanya dispersi.

Analisis Marka Tunggal
Untuk menggambarkan metode deteksi QTL dengan menggunakan marka tunggal. Menggunakan marka (penanda) locus (M) dan QTL (A) dengan frekuensi rekombinasi diantara keduanya membuat menjadi satu galur genotipe tetua M1A1/M1A1 dan galur tetua M2A2/M2A2. Nilai genotipe dari tetua homozigot A1 dan A2 adalah a dan –a. Sedangkan nilai genotipik dari individu F1 (M1A1/M2A2) adalah d. Setiap gamet tetua F1 (M1A1 dan M2A2) memproduksi frekuensi c/2. Pasangan random dari F1 memberikan kemungkinan 10 kelas genotipe F2. Kontribusi dari setiap kelas marka genotipe pada nilai tengah F2 adalah untuk mendapatkan penggandaan dari frekuansi setiap genotipe melalui nilai genotipenya, kemudian dapat disimpulkan kelas dari marka genotipe. Frekuensi nilai tengah F2 melalui penanda kelas, dimana mengikuti segregasi hukum mendel dengan ratio ¼ untuk homozigot dan ½ untuk heterozigot.

Cara lain yaitu perbedaan yang signifikan nilai tengah dari nilai turunan kuantitatif antara kelas genotipe marka homozigot dapat dijadikan bukti dari keterkaitan QTL dan marka locus. Perhitungan dari a dan d/a dari analisis marka tunggal dapat ditemukan melalui frekuensi rekombinan, secara umum tidak memperhitungkan nilai sebenernya dari (1 – 2c).

Apabila QTL terkait dengan marka locus, kontras dari kelas marka nilai tengah adalah fungsi dari a yaitu nilai genotipik dan pengaruh aditif, dan d, dengan nilai deviasi dominan adalah sebagai berikut :

(M1M1 – M2M2)/2 = a(1 – 2c) ... [21.1a]
Bentuk lain :
M1/M1 – [(M1/M1 + M2/M2)/2] = d(1 – 2c)2 ... [21.1b]

Contoh hubungan antara marka lokus dan sifat kuantitaif dilaporkan oleh Sax (1923), antara lokus pigmen dan ukuran biji pada kacang panjang (Phaseolus vulgaris). Salah satu galur tetua, menghasilkan mata kuning sebanyak 1317, merupakan homozigot untuk faktor dominan pada karakter pigmen yaitu P, dan pada biji dengan bobot 48 centigram (cg). Galur tetua lain, warna putih 1228, adalah homozigot resesif untuk karakter pigmen, yaitu p, dan memiliki bobot biji 21.0 cg.

Genotipe untuk lokus pigmen dan rata-rata berat biji pada F2 dari hasil persilangan adalah sebagai berikut:

Genotipe Berat Biji (cg)

PP 30.7
Pp 28.3
pp 26.4

(Genotipe dari F2 disimpulkan dari ketidakadaan pigmen pada progeny di F3) a(1-2c) yaitu (30.7 – 26.4)/2 = 2.15 cg. Pengaruh ini adalah aditif karena marka heterozigit persis diantara kedua homozigot. Persamaan 21.1b menunjukkan d(1-2c)2 = -0.25 cg. Perbedaan pada bobot biji antara PP dan genotipe pp pada F2 (4.3 cg) menghitung 16 persent dari total perbedaan dari bobot biji antara dua strain tetua (27 cg). Ini adalah pengaruh besar yang berhubungan dengan marka, tetapi dari kesimpulan dapat digambarkan bahwa QTL adalah terbatas. Pertama, sebagian atau keseluruhan dari hasil pengaruh disebabkan oleh lokus P itu sendiri yang memiliki sifat pleitropi (2a) terhitung sebagai 4.3 cg hanya jika tidak ada rekombinasi dengan marka (c =0 ). Hasil pengaruh dapat juga disebabkan oleh kedekatan terpaut QTL dengan pengaruh besar. Dan ketiga, QTL teridentifikasi dapat memiliki tidak hanya satu tetapi juga dua loci yang terpaut.

Analisis Pemetaan Interval
Permasalahan besar dalam menduga efek aditif dan dominan pada pautan QTL untuk lokus marker tunggal dengan frekuensi rekombinasi dapat diatasi dengan menganggap pasangan dari lokus marker yang terpaut (M dan N), dipisahkan oleh fraksi rekombinasi c, di mana keduanya ditetapkan sebagai alel pengganti pada galur tetua. Dalam kasus ini, posisi peta dari lokus marker dan juga c diketahui. Misal ada sebuah QTL, A, antara dua lokus marker dengan frekuensi rekombinasi, c1 di antara M dan A, dan c2 di antara N dan A; asumsi tidak ada interferensi, c1 + c2 = c.

Genotipe dua galur tetua adalah M1A1N1/ M1A1N1 (dengan nilai genotipe a) dan M2A2N2/ M2A2N2 (dengan nilai genotipe -a) dan pada F1 adalah M1A1N1/M2A2N2 (dengan nilai genotipe d). Analisis dapat dibuat dalam silang balik atau pada generasi F2. Rata-rata kelas marker yang diharapkan dalam silang balik untuk tetua homozigot M1A1N1 disusun pada tabel 31.3. dihitung dengan cara yang sama seperti pada tabel 1. Di sini, frekuensi genotipe marker yang diharapkan tergantung pada frekuensi rekombinasi antara dua marker, sehingga rata-rata kelas-kelas marker dengan gamet F1 tetua dibagi dengan (1 – c)/2 dan rata-rata kelas-kelas marker dengan gamet F1 rekombinan dibagi dengan c/2. Hal ini diasumsikan bahwa kedua marker terpaut cukup dekat di mana rekombinasi ganda dapat diabaikan. Perbedaan antara rata-rata kelas marker silang balik, di mana memberikan estimasi efek pada QTL dan posisi petanya relatif terhadap marker pengapit, dituliskan dalam persamaan :

M1N1/ M1N1 – M1N1/ M2N2 = a – d …[21.2a]
M1N1/ M1N2 – M1N1/ M2N1 = (a – d)(c2 – c1)/c …[21.2a]

Kerugian dari desain silang balik adalah bahwa pendugaan terhadap efek aditif pada QTL tidak diduga jika d = 0 dan QTL resesif atau resesif sebagian tidak dapat terdeteksi. Masalah ini dapat diatasi dengan silang balik dengan kedua galur tetua, atau dengan menggunakan desain F2.
Pertimbangan secara genetic dan statistic

Meskipun prinsip pemetaan QTL cukup baik, namun banyak masalah muncul pada prakteknya berdasarkan metode optimum pada analisis statistic dan interpretasi genetic. Kita perlu mempertimbangkan jaringan-jaringan yang terlibat dalam membagi ukuran sampel, jumlah dan kerapatan (density) marka, rancangan percobaan, dan analysis statistic sebagaimana batas berdasarkan interpretasi genetic dari data percobaan.

Rancangan Percobaan
Deskripsi metode pemetaan telah semakin mudah dimana kita tidak menguraikan bagaimana rata-rata kelas marker dianggap berbeda nyata.

Perhitungan untuk efisiensi relative pada perbedaan rancangan percobaan untuk pemetaan QTL.
1. Pemetaan interval dapat digunakan pada analisis marka tunggal karena dengan marka
tunggal, pengaruh QTL dikacaukan oleh jarak peta QTL dari marka, yang telah diketahui.
Pemetaan interval juga lebih efisien daripada analisis marka tunggal. Ukuran sampel
diperlukan untuk mendeteksi pengaruh yang telah distandarisasi yang meningkat akibat
fiksasi dari 1/(1-2c)2 untuk analisis marka tunggal.
2. Rancangan F2 lebih kuat daripada rancangan backcross.
3. Jika dua populasi tetua ditetapkan untuk alel-alel pengganti pada QTL namun segregasi
pada alel-alel marka, ukuran sampel untuk mendapatkan power yang sama untuk
penetapkan alel marka ditingkatkan.
4. Power untuk mendeteksi perbedaan nilai tengah antara dua marka genotype tidak
tergantung pada nilai absolute pada difference (δ) namun lebih kepada perbedaan yang
diskala oleh standar deviasi di dalam kelas marka (δ/σw). Meskipun demikian,strategi
untuk mengurangi σw dapat meningkatkan power. Pengurangan σw memerlukan
pendugaan nilai fenotipik yang lebih akurat. Hal ini diperoleh dengan menguji individu
progeny pada generasi segregasi, F2 atau backcross, atau dengan inbreeding untuk
mendapatkan galur rekombinan inbred.

Multiple tes
Galur tetua umumnya memiliki alel-alel yang berbeda pada banyak sifat, semuanya itu dinilai pada populasi bersegregasi jadi pengujian keterpautan marka diulang untuk setiap sifat. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi positif secara tidak langsung dan pada level yang lebih tinggi sepertinya telah ditentukan. Pengujian, bagaimanapun, tidak bebas. Karena terdapat pautan antara beberapa marker dengan beberapa pengujian dan beberapa pengujian akan terikat secara parsial. Jadi, perlakuan untuk pengujian dibuat besar agar mendapatkan hasil yang signifikan.

Maximum likelihood estimation
Prosedur maximum likelihood estimation adalah sebagai berikut. Fungsi likelihood adalah spesifik untuk data pengamatan (jumlah individu dan fenotipnya pada tiap marka) dan parameter yang diduga (nilai c, serta rataan dan varian genotip QTL). Nilai percobaan dianggap sebagai parameter yang tidak diketahui dan program komputer berulang untuk mendapatkan fungsi likelihood (L) untuk tiap nilai percobaan. Nilai percobaan yang dapat memperbesar L adalah maximum likelihood estimation dari parameter yang tidak diketahui. Maximum likelihood estimation berguna untuk marka tunggal karena jarak rekombinasi antara marka dan QTL dapat diduga dan dibuat model. Uji signifikansi adalah logaritmik (nilai dasar 10) dari rasio L/L0 (yang didistribusikan sebagai c2 ) dimana L adalah maximum likelihood pengamatan dan L0 adalah likelihood yang dihitung untuk hipotesis null yaitu tidak ada segregasi QTL.

Studi terhadap potensi hasil biji jagung mendapatkan delapan marka terpaut, dimana posisinya ditunjukkan pada sumbu-x, dengan interval di antara mereka dalam cM. Posisi yang ditandai oleh segitiga adalah posisi QTL dengan nilai LOD yang maksimal dan merupakan posisi QTL yang paling memungkinkan. Garis horizontal pada nilai LOD 2 menandai ambang signifikansi (a = 0.05) untuk keseluruhan percobaan.

Multiple QTL
Pemilihan Berdasarkan pernyataan tersebut QTLs tidak sama seperti marker meskipun segregasi terjadi pada F2 atau backcross. Ragam tanpa marker genotip akan mengandung komponene genetic untuk segregasi. Pada saat QTL tidak terpaut dengan marker, kemungkinan karena terdapat 2 atau lebih lokus. Alel yang teraut pada lokus berasosiasi (semua meningkatkan perlakuan) atau terjadi disperse. Akibatnya separasi/pemisahan lokus menjadi kecil jika terjadi asosiasi, dan menjadi besar dalam disperse. Beberapa metode untuk ,ultiple QTLs simultan dengan pendugaan peta posisi dan efek. Metode tersebut terdapat pada Jansen dan Stam (1994) dan Zeng (1994).Metode tersebut dapat menghitung jumlah multiple QTLs secara optimal.

Jumlah lokus
Pendugaan jumlah QTLs minimum mempengaruhi pendugaan terhadap efek lokus pada perlakuan dengan 3 alasan :
1. terbatasnya kekuatan perlakuan untuk memisahkan keterpautan lokus
2. terdapat lokus lain yang efeknya kecil sehingga sulit untuk dideteksi
3. lokus terdapat pada 2 utas dan dapat ditemui pada utas yang berbeda
contoh : Jumlah QTLs Drosophila melanogaster, terdapat 3 kromosom mayor dan 1 yang sangat kecil, secara keseluruhan QTL hanya 1 atau 2 kromosom. Pasangan kromososm tetua diuji dari garis seleksi yang lain untuk meperoleh nilai tinggi (Wolstenholme dan Thoday 1963) atau dari garis keturuna terseleksi (Shrimpton dan Robertson 1988, Long 1955). Umumnya perbedaan jumlah antara kromosom tetua berdasarkan QTLs yang ditemukan, artinya QTLs yang memiliki peranan penting di dalam kromosom dapat dideteksi.

EFEK GEN
  1. Efek Aditif: Dalam banyak pelajaran, QTL dengan efek aditif besar sudah ditemukan. Bagaimanpun tidak semua ATL punya efek yang sama. Walaupun hanya sedikit QTL degan efek besar bertanggung jawab untuk sebagian besar perbedaan antara tetua, banyak QTL dengan efek kecil masing masing bertanggung jawab untuk sisa perbedaanya.
  2. Derajat Dominance: Derajat dominance meliput seluruh jarak antara aditif sampai dominance lengkap dan over dominance. Lebih sulit untuk penilai Derajat dominance dengan cermat karena dia juga dipengaruhi oleh galat dari aditif dan dominace. Derajat dominance yang sudah diamati dari QTL beda dengan dominance lengkap atau recessivity yang biasa dari mutasi dengan efek fenotipik mayor.
  3. Epistasis : Interaksi antara QTL sulit untuk mendeteksi karena perlunya banyak percobaan percobaan. Epistasis yang kuat sudah diamati dan sudah digunakan untuk mendeteksi penyakit penyakit manusia mempegaruhi oleh lokus tunggal.

Dari QTL ke Gen

Percobaan terhadap peta QTL telah berhasil dengan jarak rata-rata 20 cM yang berpotensi mengandung banyak lokus yang mempengaruhi karakter. Pautan QTL dalam interval dapat dipisahkan dengan rekombinasi dan peta posisinya menunjukkan secara kasar sepanjang 3 cM melalui uji progeni, jika tidak ada marker dalam interval tersebut, atau melalui pemetaan skala-halus, jika pada interval terdapat marker. Identifikasi lokus yang sebenarnya yang mempengaruhi karakter kuantitatif adalah penting dalam perkiraan resiko penyakit pada manusia yang poligenik, dalam aplikasi teknologi trangenik pada karakter-karakter penting agronomi dan dalam penggambaran genetika dasar pada variasi kuantitatif dalam frekuensi dan efek alel.


Terdapat dua pendekatan untuk identifikasi gen yang dideteksi dengan QTL dalam daerah genom khusus; yaitu kloning posisional dan asosiasi dari variasi dalam fenotipe kuantitatif dengan marker polimorfik pada lokus ‘kandidat’ dalam daerah yang sama. Kloning posisional menghendaki posisi peta pada lokus yang diinginkan diketahui dalam interval 0,3 cM, dengan perkiraan ukuran sisipan genom yang terkandung dalam vektor kloning yang tersedia saat ini. Hal ini juga dapat dicapai dengan resolusi pemetaan miosis yang sangat tinggi dalam organisme percobaan atau dengan pelacakan populasi persilangan secara acak dengan marker polimorfik pada daerah di mana QTL yang telah dipetakan dalam pautan-tak seimbang yang kuat dengan fenotipe kuantitatif.


Strategi yang paling banyak digunakan dalam pemetaan daerah gen adalah pendekatan kandidat gen. Banyak lokus dengan fungsi yang diketahui telah diidentifikasi dan diklon dari daerah dengan peta lokus yang tidak diketahui. Lokus yang diketahui berpotensi memberikan peningkatan pada fenotipe yang berasosiasi dengan lokus yang tidak diketahui merupakan lokus kandidat dan prosedurnya adalah mencari asosiasi pada fenotipe dengan polimorfis molekuler pada setiap lokus kandidat dalam daerah tersebut. Lokasi perkiraan QTL bukan prasyarat untuk mengemukakan lokus kandidat yang berhubungan secara fungsional dengan sebuah karakter.


Apabila kita juga menerapkan pendekatan lokus kandidat untuk karakter kuantitatif secara umum, kita perlu untuk mengemukakan hubungan secara fungsional lokus kandidat yang relevan pada karakter tersebut. Banyak lokus kandidat untuk karakter kuantitatif tersebut yang telah diidentifikasi oleh karakter alel dengan efek mutan mayor. Penerapan pendekatan lokus kandidat untuk QTL didasarkan pada asumsi bahwa segregasi ‘isoalel’ dengan efek kecil (misalnya, tidak cukup memenuhi syarat sebagai mutan Mendelian) pada lokus ini memberikan peningkatan variasi kuantitatif.


Dengan perkembangan pada perbaikan metode statistika dalam analisis percobaan persilangan dan pedigree untuk mendeteksi segregasi QTL yang berasosiasi dengan marka molekuler dan potensinya untuk menetapkan QTL pada level gen tunggal, deskripsi dari genetika dasar Mendelian pada variasi kuantitatif akan dapat dicapai.